Jumat, 30 September 2011

Rendra, Ia Tak Pernah Pergi

[BungRendra+2.jpg]Judul: Rendra, Ia tidak Pernah Pergi
Tebal: xv + 388 halaman
Penerbit: Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Tahun: September 2009


Karya-karyanya Rendra tidak hanya respon terhadap kondisi di sekitarnya, namun juga menunjukkan berbagai gagasan mengenai kebudayan yang luas dan menembus waktu.
Itulah yang dapat ditangkap dari buku ini. Dari buku ini pertama-tama pembaca dapat melihat bagaimana "ketegangan" antara Rendra dengan realitas yang terjadi di sekitarnya. Ketegangan disebabkan Rendra melihat ada yang keliru dalam arah kebudayaan.


Rendra mencium bahwa kebudayaan Indonesia tengah berada dalam posisi yang tersingkirkan. Artinya, tidak banyak orang yang memikirkannya secara serius untuk memperbaiki keadaan, sebaliknya atas nama perkembangan ataupun pembangunan, perlahan-lahan kebudayaan masyarakat kian disisihkan, dan akar hal ini telah terjadi sejak masa kolonial.


Rendra mencontohkan bagaimana Herman Willem Daendels yang membangun jalan berdasarkan kepentingan perdagangan, pertahanan militer dan kekuasaan. Implikasi dari itu semua itu adalah tumbuhnya sebuah ruang metropolitan. Orang-orang desa yang sebelumnya melakukan perdagangan dengan pembagian waktu berdasarakan hari pasaran dan penghayatan kosmis, kini berebut mendirikan rumah tepat di tepi jalan yang dibangun oleh Daendels (hal. 216). Akibatnya, ketidakseimbangan kosmis terjadi.


Tentu saja hal semacam itu tidak hanya terjadi di masa lalu, tetapi juga pada masa kini. Ambil saja contoh pembangunan hipermarket di kota-kota besar. Keberadaan hipermarket tersebut tidak hanya menggeser pedagang kecil, tetapi juga telah mengancam keberadaan pasar tradisional.


Pada masa lampau pasar adalah tempat terjadinya pertemuan berbagai kebudayaan. Tetapi kini interaksi tersebut terancam. Proses tawar-menawar yang menjadi pemandangan lumrah di pasar tradisional kini digantikan dengan belanja yang menghilangkan hak pembeli untuk melakukan penawaran.


Itu sebabnya Rendra secara tegas mengungkapkan bahwa sesuatu yang bersifat tradisional layak untuk dipertimbangkan kembali. Sebab bagaimanapun, tradisi lama dan kearifan tradisional dapat diolah kembali untuk memperkuat kohesi masyarakat, sekaligus sebagai modal untuk membangun bangsa dengan lebih baik dan manusiawi.


Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah hal yang dilakukan oleh Rendra merupakan sesuatau yang sia-sia? Bukankah pementasan teater maupun pembacaan sajak yang dibawakan oleh Rendra tidak banyak membawa perubahaan secara signifikan?


Ternyata Rendra memiliki idealisme tersendiri dalam hal tersebut.. Bagi Rendra. Seperti dikutipkan oleh Mudji Sutrisno dalam tulisan dalam buku ini, Fenomena Koko dan Rendra Secara Budaya (Hal. 53), bahwa bagi Rendra seseorang boleh saja merasa lelah dan merasa sia-sia memikirkan gambaran keadaan manusia masa kini, namun ia tidak boleh berhenti berjuang dan bersuara memperjuangkan tegaknya martabat manusia Indonesia.


Rasanya, ungkapan Rendra tersebut bukan tanpa alasan. Rendra sendiri yakin bahwa Indonesia masih memiliki masa depan. Ini dapat ditangkap lewat ucapannya dalam sebuah wawancara. Menurut Rendra Indonesia masih punya masa depan selama masih ada pengusaha menengah dan orang-orang muda.


Menurutnya, pengusaha menengah telah terbukti kekenyalannya sejak masa tanam paksa di jaman Belanda. Kini pengusaha menengah telah dapat menyerap tenaga kerja hingga 30 juta orang. Sedangkan anak muda, dalam pengamatan Rendra, kini semakin banyak melahap buku-buku humaniora, dan semakin kritis dalam menggugat masalah-masalah kebangsaan. Bagi Rendra, fenomena ini merupakan investasi budaya.


Selain itu, Rendra juga ternyata bukan sosok yang hanya memikirkan masalah kesenian. Ia pun memikirkan bagaimana orang-orang yang hidup dari kesenian. Rendra paham benar, di Indonesia orang tidak dapat hidup melulu dari kesenian. Bahkan ia dan anggota Bengkel Teater pernah mengalami kesulitan keuangan pada tahun 1970-an.


Menurut Rendra, sulitnya menggantungkan hidup dari teater disebabkan di Indonesia belum ada infrastruktur yang memungkinkan para pemain teater bisa berkarya secara total. Di sejumlah negara maju infrastruktur semacam itu sudah dibangun. Di negara-negara semacam ini para penggiat teater tidak hanya didukung oleh agen yang profesional, tetapi juga lembaga lain, sebutlah bank, yang siap mendukung kegiatan teater. Kenyataan ini menunjukkan bahwa seluruh pihak memang memiliki keperdulian terhadap kebudayaan,


Itu sebabnya Rendra bertekad untuk membuat orang-orang dalam Begkel Teater menjadi lebih sejahtera. Hal ini terungkap dalam wawancara dengan Rendra berkaitan dengan Bengkel Teater dan para anggotanya. Dalam wawancara yang dilakukan pada tahun 1989 tersebut, Rendra mengungkapkan keinginnya untuk mendirikan sebuah padepokan (hal.149)yang dapat memenuhi kebutuhan dasar dan kesejahteraan ekonomi anggota Bengkel Teater dapat terpenuhi.


Buku yang terdiri dari sejumlah tulisan yang ditulis oleh budayawan, sastrawan, sampai wartwan ini memang tidak dapat dikatakan mewakili secara keseluruhan gagasan kebudayaan seorang Rendra. Namun, paling tidak, terbitnya buku ini telah membantu terkumpulnya berbagai gagasan kebudayaan Rendra yang masih tercecer di berbagai media.****



Dimuat di Koran Jakarta

buku derai derai cemara

BIOGRAFI TAUFIK SMAIIL

[picture1-202x300.jpg]Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun 1956–1957 ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia



Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun1963. Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.

Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962).
Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.

Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.
Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).

Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.

Hasil karya:

1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
2. Benteng, Litera ( 1966)
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
10. Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995)
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (199 8)
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002)

Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)

Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.

Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Pada tahun 1974–1976 ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.

Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono). Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002).

Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.

Anugerah yang diterima:

1. Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
2. Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
3.South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
4. Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
5. Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor,
Malaysia (1999)
6. Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)

Taufiq Ismail menikah dengan Esiyati Yatim pada tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak laki-laki, Bram Ismail. Bersama keluarga ia tinggal di Jalan Utan Kayu Raya 66-E, Jakarta 13120.

BIOGRAFI W S RENDRA

Willibrordus Surendra Broto Rendra (lahir Solo, 7 November 1935) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga Bengkel Teater Rendra di Depok. Semenjak masa kuliah beliau sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah. Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah.
[ws_rendra-002.jpg]

yahnya adalah seorang guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya itu. Ia memulai pendidikannya dari TK (1942) hingga menyelesaikan sekolah menengah atasnya, SMA (1952), di sekolah Katolik, St. Yosef di kota Solo. Setamat SMA Rendra pergi ke Jakarta dengan maksud bersekolah di Akademi Luar Negeri. Ternyata akademi tersebut telah ditutup. Lalu ia pergi ke Yogyakarta dan masuk ke Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada. Walaupun tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar. Pada tahun 1954 ia memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA). Ia juga mengikuti seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard atas undangan pemerintah setempat.

Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia duduk di bangku SMP. Saat itu ia sudah mulai menunjukkan kemampuannya dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai kegiatan sekolahnya. Bukan hanya menulis, ternyata ia juga piawai di atas panggung. Ia mementaskan beberapa dramanya, dan terutama tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat. Ia petama kali mempublikasikan puisinya di media massa pada tahun 1952 melalui majalah Siasat. Setelah itu, puisi-puisinya pun lancar mengalir menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Hal itu terus berlanjut seperti terlihat dalam majalah-majalah pada dekade selanjutnya, terutama majalah tahun 60-an dan tahun 70-an. “Kaki Palsu” adalah drama pertamanya, dipentaskan ketika ia di SMP, dan “Orang-Orang di Tikungan Jalan” adalah drama pertamanya yang mendapat penghargaan dan hadiah pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Yogyakarta. Pada saat itu ia sudah duduk di SMA. Penghargaan itu membuatnya sangat bergairah untuk berkarya. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah kesusastraan Indonesia modern Rendra tidak termasuk ke dalam salah satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an, atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India. Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995). Untuk kegiatan seninya Rendra telah menerima banyak penghargaan, antara lain Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954) Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956); Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970); Hadiah Akademi Jakarta (1975); Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976) ; Penghargaan Adam Malik (1989); The S.E.A. Write Award (1996) dan Penghargaan Achmad Bakri (2006).

Baru pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta. Satu di antara muridnya adalah Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, putri darah biru Keraton Yogyakarta, yang bersedia lebur dalam kehidupan spontan dan urakan di Bengkel Teater. Tugas Jeng Sito, begitu panggilan Rendra kepadanya, antara lain menyuapi dan memandikan keempat anak Rendra-Sunarti.

Ujung-ujungnya, ditemani Sunarti, Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Dia dinamis, aktif, dan punya kesehatan yang terjaga, tutur Sito tentang Rendra, kepada Kastoyo Ramelan dari Gatra. Satu-satunya kendala datang dari ayah Sito yang tidak mengizinkan putrinya, yang beragama Islam, dinikahi seorang pemuda Katolik. Tapi hal itu bukan halangan besar bagi Rendra. Ia yang pernah menulis litani dan mazmur, serta memerankan Yesus Kristus dalam lakon drama penyaliban Cinta dalam Luka, memilih untuk mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkawinannya dengan Sito, 12 Agustus 1970, dengan saksi Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi.

Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti Rendra masuk Islam hanya untuk poligami. Terhadap tudingan tersebut, Rendra memberi alasan bahwa ketertarikannya pada Islam sesungguhnya sudah berlangsung lama. Terutama sejak persiapan pementasan Kasidah Barzanji, beberapa bulan sebelum pernikahannya dengan Sito. Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang. Toh kehidupannya dalam satu atap dengan dua istri menyebabkan Rendra dituding sebagai haus publisitas dan gemar popularitas. Tapi ia menanggapinya dengan ringan saja. Seperti saat ia menjamu seorang rekannya dari Australia di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Ketika melihat seekor burung merak berjalan bersama dua betinanya, Rendra berseru sambil tertawa terbahak-bahak, Itu Rendra! Itu Rendra!. Sejak itu, julukan Burung Merak melekat padanya hingga kini. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati. Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ketiga yang memberinya dua anak: Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra menceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti tak lama kemudian.

Karya Sajak/Puisi W.S. Rendra
Jangan Takut Ibu
Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)
Empat Kumpulan Sajak
Rick dari Corona
Potret Pembangunan Dalam Puisi
Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!
Nyanyian Angsa
Pesan Pencopet kepada Pacarnya
Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)
Perjuangan Suku Naga
Blues untuk Bonnie
Pamphleten van een Dichter
State of Emergency
Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api
Mencari Bapak
Rumpun Alang-alang
Surat Cinta
Sajak Rajawali
Sajak Seonggok Jagung

Referensi :

- http://biografikecil.blogspot.com/2008/03/bigrafi-ws-rendra.html

Rabu, 28 September 2011

MALAM-MALAM JALANG

Senyum bulan yang terbaring tragis
Dinyanyikan lagu oleh wanita malam
Tertidur pulas diantara teriakan-teriakan serigala
Hujan selimuti malam dengan dinginnya
Gedung-gedung bercanda tawa
Sesegera mungkin cumbui langit yang kosong
Sunyi pada malam itu
Astaga ;

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

KAU MATI DIPANGKUANKU

Detik tetap berputar
Denyut jantungmu bersinjikat pada kata- kata
Bergejolak membawa egomu
Sepi menertawakanmu yang mengoyak cintaku
Dan bangkai hati yang membusuk kau hancurkan
Mungkin cintamu hilan bersama nyawamu
Detik masih berputar
Dan jasad cintaku menjadi sebuah sajak
Yang bernada janggal
Tanpa sinyal yang kau beri tak berarti
Dan waktu berhenti
Sebatang demi sebatang cerutu telah habis
Menunggumu mati dipangkuanku
Ya !!
Mati di pangkuanku

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

SEBUAH BATU DENGAN TANDA (NISAN)

Sebuah batu dengan tanda
Keikhlasan dalam tubuh memucat pasih
Dengan tertulis namaku, semua heran
Ragu merekah, memerah
Muka mulai memucat pasih
Sementara muka tersenyum miris

Sebuah batu dengan tanda
Tangis menggila memecah cakrawala
Detik terdiam
Waktunya bekal hidup berbicara
Tanpa lagu perpisahan dilayangkan, cuckup buatku menangis
Nisan terpampang dengan namaku
Dan pecahlah langit cakrawala

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

TERPASUNG SEPI

Bisikan saat malam tiba
Rongga hatimu menggila, tak sadar akan rasa
Menggelinjang terpasung sepi
Seolah bernyanyi lagi lirih, tanpa mimpi
Tiada arti
Taat pada tuhan dan kau pun diadili

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

PAGI DENGAN PAK TANI

Hari berganti hari lagi
Membawa cemburu pada mentari
Bahkan untuk seorang petani
Tanah-tanah kotor itu

Menjadi kekasihnya pada perjuangan itu

Semakin terik matahari
Menjebak keringat menari-nari
Geli gelinjang
Seolah meledek dan menyindir

; cepat dan cepat jam bergerak
Harap petani itu

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

SAJAK MALAM YANG JALANG

Dengan rumput ku bercerita
Tentantg malam yang membabi buta
Yang jalang semakin jalang
Yang hina semakin hina

Merepih antara hidup-mati
Lantaran hanya soal mimpi

Dan malam berkata
"pertempuran ini bukan segalanya !!"

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

SAAT CINTA TERSAPU ANGIN PAGI

Saat cintamu tersapu angin pagi
Buka lagi jendela hati
Masih adakah secercak cahayamu
Dari angin pagi yang mendera cintamu

; menyendiri, terombang-ambing

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

Senin, 26 September 2011

EGO

Sekujur tubuhku penuh luka dan bernanah
Karna ulahmu
Kau fikir kau siapa ???
Jangan kau anggap kau raja dari sgala raja
Lepaskan tanganmu
Fikirlah dari otakmu yang penuh dengan debu
Egomu ..
Egomu ..
Dan egomu ..
Kau bunuh aku
Buka matamu dan hujam hatimu
Apakah pantas kau dapatkan cinta
Untuk apa ??
Tertawalah
Sebelum kau sadar
Tanpa aku, hidupmu kan sia-sia

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

ENGGAN AKU MENANGISIMU

Kosong ini tak ada arti buatku
Diambang ketak pastian yang terus membabi buta
Semakin terinjak
Kuludahi semua jejak langkahmu
Kubakar semua satu demi satu puisi
Berlalu bersama nafas ysng kau hembuskan
Jeritan hatiku smakin keras
Seakan muak oleh semua "permainanmu"
Ku tahu bunga hitam itu
Gagak hitam itu
Dan rangkaian kata selamat tinggal
Berkacalah engkau pada aspal yang berceceran
Selami hatimu yang busuk
Sadarlah !!!
Kau tanam benih tangisan dunia
Tetapi enggan aku menangisimu ............ !!!
DAN KECAMKAN ITU

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

KU LEPAS AKAL SEHAT

Semua semakin tak ku kenal
Bukam lagi yang dulu
Saat ku mampu brnafas tanpa nyawaku
Coba kulepas akal sehat ini
Tak pernah lagi ku lihat indah yang "dulu"
Kini hanya bebatuan emosi
Yang tak kunjung hancur
Yang mampu menyabut nyawamu
Menyerahlah sebelum nyawamu dicabut

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

ITU BUKAN NAFSU

Itu bukan nafsu
Melainkan gairah membakar otakmu
Tatapan kosong matamu
Cerminkan deras nadimu

Itu bukan nafsu
Tetapi dahaga dalam degub jantungmu
Menjadikan dia
Seindah bianglala

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

NYATA DAN FANA

Kulihat jalan kedepan
Kusebrangi dunia antara nyata dan fana
Mungkin ku terjebak
Mungkin juga tidak
Lelah kuhadapi putaran bumi
Kaki ku gemetar
Hingga umurku habis ditelan massa
Detik tetap berputar
Dan dunia
Tetap nyata berdamping dengan fana

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

MULUTMU ITU

Mulutmu itu
Butakan segala ambisimu
Kau hujam aku
Kau fitnah aku
Tunggu saja ajalmu
Kau kan terkoyak oleh ucapanmu

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

TENGAH MALAM DI STASIUN

Dingin menyelimutiku
Diantara dinginnya rasa rindu
Di stasiun malam itu
Bercampur dengan detik yangtak terdengar
Menunggu dalam senyap
Rindu-rindu itu berterbangan
Bersama bulan
Bersama bintang
Dan di stasiun malam itu
Merinding dari tubuh yang mulai tak sadar diri
Jasad tertidur pulas
Menanti datang pujaan hati

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

TERGENGGAM

Berjalan tanpa henti
Perlahan mulai samar jalan di depan
Mulai kuputar detik yang berhenti
Agar ku dapatkan nafasku
Hidupku tergenggam
Kurangkai akal demi akal
Demi dapatkan degub jantungku
Ingin melangkahpun tak bisa
Kulihat sisi ke sisi
Hanya ketak pastian
Coba berlari
Berlari
Dan terus berlari
Lepas dari genggaman ini
Dan dapatkan lagi nafasku

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

Minggu, 25 September 2011

AKU TETAPLAH SAJA AKU

Kini  waktu telah menegurku
Aku
Hanyalah bisa dalam darahku

Pedulikah aku ini
Tentang aku
Yang berlari membawa lukaku

Meski bertahun-tahun
Aku meringik ; merintih
Inilah ak, inilah hidupku

Meski mereka tak peduli
Parasku bertopengkan darah dan luka
Aku tak pernah peduli

"Karna aku tetaplah aku !!"

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

MENJARING HARAP

Langkah demi langkah
Kucumbui wangi asap-asap rokok
Kuhitung satu demi satu rokok yang mulai habis
Namun tak bertemu jua
Keringat yang kering ini menjadi temanku
Syaraf otak mulai membuih
Tak ada akal lagi, dimana lagi harus kutaruh mimpi ini

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

CATATAN DIAKHIR MALAM

Diruang yang begitu sepi
Kosong
Hanya kerikil yang mulai benci menatapku
Dingin dan dingin
Membuka mataku
Akan hembusan nafasku yang mulai tak berarti
Usai sudah halaman demi halaman catatanku
Usang semua ujung hari-hariku
Nyamuk-nyamuk enggan menatapku
Malam ini seperti memenjarakanku
Dan mengasingkanku
Mengiyak-ngoyak tubuhku

Oleh : fahmi Fajar Meidiansyah

14 JUNI

Dalam benak terbayang
Ukiran hidup dibulan juni
Nan indah, nan maya

Kulukis cintaku
Dengan tinta emas berhias mutiara
Pada tanggal 14 JUNI

Saat bahagia mengguyur
Seluruh tubuh dan bathinku
Pada bulan JUNI

Yang indah, bahagia dan abadi
Hanyalah cinta, cinta dan cinta
Dihari itu

Detik itu dan cinta itu
Akupun membisu
Bahagia aku selamanya

(UNTUK NIA)

Oleh : fahmi Fajar Meidiansyah

SELEPAS PERTANYAAN INI

Selepas pertanyaan ini aku akan pergi
Buat apa kau bertarung melawan mimpi ??
Seolah-seolah tak ada yang mendengarmu

Selepas pertanyaan ini aku smakin gundah
Gorong-gorong kota ini tempat pembuangan angan ??
Membumbungkan nama atas air mata jelata

Lagi aku bertanya
Suara-suara melanglang buana
Jangan lupa sisipkan debu dikulitmu

Mata-mata yang terselip antara maya dan fana
Dan bawalah semua fakta dan omong kosong ini
Dan selepas aku menyoret kertas ini aku akan mati meninggalkanmu

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

SAJAK SI KUPU-KUPU MALAM

Malam ini atau malam seterusnya
Gelap gulita jadi temannya
Nyamuk-nyamuk nakal dapat menikmatinya
Wanita itu
Adalah kupu-kupu yang indah
Demi kepuasan manusia picik
Yang ada hanya doa
Semoga ada rezeki dimalam ini
Dengan sebatang rokok dimulutnya
Membimbing malam dengan sorotan tubuhnya yang molek
Dengan harapan malam ini
Membuat jalan jakrta jadi penuh kupu-kupu malam
Dipinggir jalan
Malam esok
Atau malam seterusnya
Jangan kau hilangkan kepercayaan kota ini
Dengan adanya dirimu
Coba kau telusuru "apakah hatimu menangis ???"

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

DUA HATI ITU

Dua hati itu
Mengalir jelas dihidupku
Membawa semua ragu

Dua hati itu
Bagai hantu
Aku pun tak tahu

Dua hati itu
Menginginkan diriku
Aku pun ragu

Oleh  : Fahmi Fajar Meidiansyah

SEPI

Berfikir lagi
Untuk yang kedua kalinya
Hal ini terjadi lagi
Ku coba berontak pun tak bisa
Diselimuti hawa dingin
Tak ada yang mengetahui siapa aku ini
Perlahan kian tak pasti
Sepi ini smakin mengguguri jatidiri
Hanya bisa gigit jari
Mereka pun tak penah peduli

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

Sabtu, 24 September 2011

PEKERJA KERAS

Pagi buta ini sejuk
Mentari mulai angkat bicara
"Mulailah perjalanan itu"
Mulai tapakkan kaki dan doa

Dapatkan byang-bayang angan
Selimuti nafsumu
Bangun lagi perjuanganmu
Dan akhirmu adalah perjuanganmu


Oleh : Fahmi Fajar meidiansyah

buku DERU TJAMPUR DEBU

Oleh : Chairil anwar

Biografi Chairil Anwar

Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya berkahwin lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta. Semasa kecil di Medan, Chairil sangat rapat dengan neneknya. Keakraban ini begitu memberi kesan kepada hidup Chairil.


Dalam hidupnya yang amat jarang berduka, salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:

Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta

Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa membilang nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu. Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya.

Sejak kecil, semangat Chairil terkenal kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya. Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam.

Rakannya, Jassin pun punya kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu kerana kami bertanding di depan para gadis.”

Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat, dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah menikahinya.

Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta cerai. Saat anaknya berumur 7 bulan, Chairil pun menjadi duda.

Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan sipilis.

Umur Chairil memang pendek, 27 tahun. Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia. Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar, seorang notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang kematian ayahnya, di tahun 1999, “Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia Chairil Anwar.”

Berikut ini adalah salah satu puisi karya chairil anwar yang terkenal berjudul "AKU"

AKU


Oleh :
Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu-sedan itu
Aku ini binatang jalan
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Pembangoenan,
No. 1, Th. I
10 Desember 1945

DIPONEGORO

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949

MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949

PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949

PERJALANAN

Mentari mulai menutup mata
Semua orang kembali dari sgala kesibukannya
Dan sore pun menjelang

Tanda azan telah tiba
Basuh peluh dengan takdir dan doa
Dan maghrib telah datang

Bintang menyala
Benderang dan indah
Dan saatnya henutup mata

Jumat, 23 September 2011

SEJARAH MUSIK DUNIA

Sejak abad ke-2 dan abad ke-3 sebelum Masehi, di Tiongkok da Mesir ada musik yang mempunyai bentuk tertentu. Dengan mendapat pengaruh dari Mesir dan Babilon, berkembanglah musik Hibrani yang dikemudian hari berkembang menjadi musik Gereja. Musik itu kemudian disenangi oleh masyarakat, karena adanya pemain-pemain musik yang mengembara serta menyanyikan lagu yang dipakai pada upacara Gereja. Musik itu tersebar di seluruh Eropa kemudian tumbuh berkembang, dan musik instrumental maju dengan pesat setelah ada perbaikan pada alat-alat musik, misalnya biola dan cello. Kemudian timbulah alat musik Orgel. Komponis besar muncul di Jerman, Prancis, Italia, dan Rusia. Dalam abad ke 19, rasa kebangsaan mulai bangun dan berkembang. Oleh karena itu perkembangan musik pecah menurut kebangsaannya masing-masing, meskipun pada permulaannya sama-sama bergaya Romantik. Mulai abad 20, Prancis menjadi pelopor dengan musik Impresionistis yang segera diganti dengan musik Ekspresionistis.

A.Perkembangan Musik Dunia
Musik sudah ada sejak Zaman purbakala dan dipergunakan sebagai alat untuk mengiringi upacara-upacara kepercayaan. Perubahan sejarah musik terbesar terjadi pada abad pertengahan,disebabkan terjadinya perubahan keadaan dunia yang makin meningkat. Musik tidak hanya dipergunakan untuk keperluan keagamaan, tetapi dipergunakan juga un tuk urusan duniawi
PERKEMBANGAN MUSIK DUNIA TERBAGI DALAM ENAM ZAMAN :
1.Zaman Abad Pertengahan
Zaman Abad Pertengahan sejarah kebudayaan adalah Zaman antara berakhirnya kerajaan Romawi (476 M) sampai dengan Zaman Reformasi agama Kristen oleh Marthen Luther (1572M). perkembangan Musik pada Zaman ini disebabkan oleh terjadinya perubahan keadaan dunia yang semakin meningkat, yang menyebabkan penemuan-penemuan baru dalam segala bidang, termasuk dalam kebudayaan. Perubahan dalam sejarah musik adalah bahwa musik tedak lagi dititikberatkan pada kepentingan keagamaan tetapi dipergunakan juga untuk urusan duniawi, sebagai sarana hiburan.
Perkembangan selanjutnya adalah adanya perbaikan tulisan musik dan dasar-dasar teori musik yang dikembangkan oleh Guido d’ Arezzo (1050 M)
Musik dengan menggunakan beberapa suara berkembang di Eropa Barat. Musik Greogrian disempurnakan oleh Paus Gregorius.
Pelopor Musik pada Zaman Pertengahan adalah :
1. Gullanme Dufay dari Prancis.
2. Adam de la halle dari Jerman.
2. Zaman Renaisance (1500 – 1600)
Zaman Renaisance adalah zaman setelah abad Pertengahan, Renaisance artinya Kelahiran Kembali tingkat Kebudayaan tinggi yang telah hilang pada Zaman Romawi. Musik dipelajari dengan cirri-ciri khusus, contoh nyanyian percintaan, nyanyian keperwiraan. Sebaliknya musik Gereja mengalami kemunduran. Pada zaman ini alat musik Piano dan Organ sudah dikenal, sehingga munculah musik Instrumental. Di kota Florence berkembang seni Opera. Opera adalah sandiwara dengan iringan musik disertai oloeh para penyanyinya.
Komponis-komponis pada Zaman Renaisance diantaranya :
1. Giovanni Gabrieli (1557 – 1612) dari Italia.
2. Galilei (1533 – 1591) dari Italia.
3. Claudio Monteverdi (1567 – 1643) dari Venesia.
4. Jean Baptiste Lully (1632 – 1687) dari Prancis.
3. Zaman Barok dan Rokoko
Kemajuan musik pada zaman pertengahan ditandai dengan munculnya aliran-aliran musik baru, diantaranya adalah aliran Barok dan Rokoko. Kedua aliran ini hamper sama sifatnya, yaitu adanya pemakaian Ornamentik (Hiasan Musik). Perbedaannya adalah bahwa musik Barok memakai Ornamentik yang deserahkan pada Improvisasi spontan oleh pemain, sedangkan pada musik Rokoko semua hiasan Ornamentik dicatat.
Komponis-komponis pada Zaman Barok dan Rokoko :
A. Johan Sebastian Bach
Lahir tanggal 21 Maret 1685 di Eisenach Jerman, meninggal tanggal 28 Juli 1750 di Lipzig Jerman. Hasil karyanya yang amat indah dan terkenal:
1. St. Mathew Passion.
2. Misa dalam b minor.
3. 13 buah konser piano dengan orkes
4. 6 buah Konserto Brandenburg
Gubahan-gubahannya mendasari musik modern. Sebastian Bach menciptakan musik Koral (musik untuk Khotbah Gereja) dan menciptakan lagu-lagu instrumental.
Pada akhir hidupnya Sebastian Bach menjadi buta dan meninggal di Leipzig
B. George Fredrick Haendel
Lahir di Halle Saxony 23 Februari 1685 di London, meninggal di London tanggal 14 April 1759. Semasa kecilnya dia sudah memperlihatkan bekat keahlian dalam bermain musik. Pada tahun 1703,ia pindah ke Hamburg untuk menjadi anggaota Orkes Opera. Tahun 1712 ia kembali mengunjungi Inggris. Hasil ciptaannya yang terkenal adalah ;
1. Messiah, yang merupakan Oratorio (nama sejenis musik) yang terkenal.
2. Water Musik (Musik Air).
3. Fire Work Music (Musik Petasan).
Water Musik dan Fire Work Music merupakan Orkestranya yang paling terkenal. Dia meninggal di London dan dimakamkan di Westminster Abbey.
4. Zaman Klasik 91750 – 1820)
Sejarah musik klasik dimukai pada tahun 1750, setelah berakhirnya musik Barok dan Rokoko.
Ciri-ciri Zaman musik Klasik:
a. Penggunaan dinamika dari Keras menjadi Lembut, Crassendo dan Decrasscendo.
b. Perubahan tempo dengan accelerando (semakin Cepat) dan Ritarteando (semakin lembut).
c. Pemakaian Ornamentik dibatasi
d. Penggunaan Accodr 3 nada.

Sabtu, 17 September 2011

TANDA

Dari warna yang tertoreh dalam pelangi
Terselip pesan dari bidadari pagi
Yang menyapaku saat mataku mulai ragu
Siapa dirimu .......
Dan seolah memberiku tanda
Sayangku telah tertuju padamu

KALA SURYA MENANGIS

Surya telah membaca cinta ini
Kala bianglala terjebak dalam sunyi
Seolah beriak dalam nada yang janggal
Sepedih rangkulanmu yang terlepas dariku
Dan surya pu menangis
; Selamat tinggal

BERKHAYAL

Sesaat pada nafasmu tersendat
Seolah tak ada kata-kata lagi dikamus itu
Pada akhirnya sesuatu yang tak kau inginkan
Terjadi dan akhirnya
Kau berakhir disela mimpi yang tak abadi
Sudahlah sudah

SEMENTARA ENGKAU

Soal bait-bait yang tak pernah berbohong padamu
Semua hajnya bingkisan yang sesekali tercebur dalam luapan emosi
Hanya sela-sela otak kiri yang mampu mencernanya
Sebagian hanya kat-kata yang bohong atau tidak sama sekali
Sementara engkau
Bermain bersama senja yang seolah menulis sajak untukmu
Dan semua yang terjadi dalam kertas itu
Adalah sebuah kenanganmu yang manis selam engkau hidup

Sabtu, 10 September 2011

TAK BERJUDUL

Disetiap nafas yang terbuang sia-sia
Sisa-sisa angin yang terjepit di dedaunan
Memaksa tuk brbuat pelik di sengketa antara hidup ; mati
Sehalus diantara yang fana dan yang maya
Diselami seluruh pelik yang terjadi pada masa anak-anak
Tak tahu apa yang kan trjadi dada dirinya
Apakah dirimu kan menjadi angin yang terjepit itu ??
Atau menjadi bianglala yang kesepian
Akal demi akal berceceran diantara kertas-kertas
Yng terjadi hanyalah sisa-sisa jatidiri yang hampir punah
Membawa kekosongan dalam alam khayal diawan
Dan akhirnya tersesat pada tiang-tiang yang menganggapmu lemah

Karya : fahmi fajar meidiansyah

AUBADE

Tanah hijau disaat anak-anak bernyanyi
Lalu melanglang buana namamu
Atas pagi yang penuh embun
Saat lagu-lagu itu merdu di sela-sela jendela
Lalu tinggilah namamu

Karya : fahi fajar meidiansyah

PERCAKAPAN

Sehabis percakapan yang pendek
Warna hilan disekitar bibir yang basah dengan aur liur
Seoerti orang bodoh yang ingin pintar
Sia-sia meniti kata yang tiada arti
Pada sebuah kailmat yang menuntunmu
Pada sisa-sisa pendengaranmu atas percakapan tadi

Karya : fahmi fajar meidiansyah

KAU BUKAN SEDANG BERMIMPI

Terusik pada malam yang sepi
Gaduh suara rintik hujan yang tertawa geli
Saat kau tampar pipiku
Kini kau tanya
"apakah kau menerimaku lagi ??"
Dan semua terpaku menatapmu
Dinding yang bisu
Jam dinding yang berdetak
Jendela yang mungkin bosan akan drama ini
Semua terbelalak mendengarnya
Dan mulutmu
Yang berjanji tuk pergi dari sini
Sampai akhirnya kau mati terkoyak sunyi
Dan sadari kau bukan sedang bermimpi

Karya : fahmi fajar meudiansyah

GADIS ITU MENATAPKU

Gadis itu menatapku
Penuh pesona
Luluhkan jantung dan darah nadiku

Gadis iu menatapku
Penuh bianglala disetiap semyumnya
Menggairahkan
Membuatku terpaku dalam sinar lampu taman

Gadis itu menatapku
Lidahku terpaku
Mulutku terkunci rapay dan tak ada kata
Dan dia melucuti percaya diriku

Karya : fahmi fajar meudiansyah

ADAM DAN HAWA

Secercak cahaya dalam biru langit yang mulai gelap
Ketika Adam sibuk mencari kehangatan yang hilang
Tiba-tiba wanita itu
Menangis tersedu-sedu
Sampai Adam bingung
Dipeluk wanita itu dengan hangat
Lalu dihempaskannya dan terhentak
Bukan aku yang menghamilimu
Lalu siapa yang tega menidurimu

TENTANG MAHASISWA YANG DEMO

Masih tersengar sisa-sisa teriakan itu
Diselokan
Dikaca-kaca rumah pinggir jalan
Yel-yel pada hari itu
Tersimpan dalam aspal yang yang pnuh ceceran darah mahasiswa yang mati itu
Tentang mahasiswa yang demo
Dan seolah satu persatu sorak-sorai itu
Mwnyimpan cemburu antara janji dan bukti
Mahasiswa yang mati itu
Mulai sibuk mencari-cari
Siapa yang memasukkan peluru di dadanya

karya : fahmi fajar meidiansyah

AKU ADALAH IMAMMU

Syair yang tertulis dihatimu
Adalah sebuah puisi

Sajak yang tertera dijantungmu
Adalah sebuah lagu

Dan janji yang kuukir dimulutmu
Adalah sumpahmu

Sementara ukiran yang ada di tulang rusukku
Adakah sebuah arti, bahwa aku dalah imammu

krya : fahmi fajar meidiansyah

HATI YANG PUPUS

Cerita sebuah hati yang pupus
Mencari-cari alasan saat mencoba menghindar
Dengan hikmat air mata itu menjadi mutiara
Hati yang pupus
Menjadi karang
Ada harapan yang mulai tandus
Mimpi saja tak bisa
Dan semua ini tak bisa menampik
Bahwa hati yang pupus itu
Menunggu di pemakaman cinta
Sembari menyiumi bunga randu alas yang layu
Musim kemusim
Yang akhirnya wafat bersama harapannya

TENTANG SENYUMMU

Tentang senyummu yang mengikatku
Dalam bahtera cinta
Kekosongan itu adalah sebuah isi dan arti
Tentang senummu
Sebuah bianglala yang mengikatku
Saat ku tahu
Kala senyummu yang yang membuatku tak bisa tidur
Seolah jam tak berdetak
Dan ingin bertemu denganmu
Selama-lamanya

Karya : Fahmi fajar meidiansyah

PUISI

TERSESAT

Berat kurasa penghabisan malam ini
Suara gaduh teriakan wanita malam yang berlarian
Angin yang berdansa
Dan hawa dingin yang terus mencumbuku
Entah mengapa ini terjadi
Warna pun tak cukup mencerahkan jalan yang becek itu
Sementara bulan pun tersesat
Diantara pencakar langit yang slalu menggodanya
Dan slalu berkata
"ayo cepatlah pagi datang!!!"

PUISI

BERITA KEPADA MALAM

Seperti malam biasanya
Terdengar suara orang berbincang-bincang
Tentang berita hangat tadi siang
Padahal mereka tak tahu benar atau tidak
Bahkan malam pun ikut sibuk mencatat
Mana yang akan terjadi atau sebaliknya
Angin juga tersesat diantara sela-sela jendela
Dan mulai hikmat mendengar pembicaraannya
Astagfirullah.......
Dimana-mana dosa mengintip

PERCAYALAH

PERCAYALAH

Semua ini begitu cepat
Hilanglah semua
Kujalani dengan sepenuh hati
Walau kadang begitu menyayat hati
Kucoba menyadari
Bahwa kau telah pergi
Pagi pun tak seindah yang lalu
Percayalah
Semua ini semakin membuatku tak berdaya
Apakah kau tahu ??
Kepergianmu
Semua yang berlalu
Semakin ku merindu
Maafkan aku mengecewakanmu

AKHIR

Sambutlah tangan-tangan ini
Agar semua ini
Berjalan dengan apa adanya
Biarlah semua tahu
Semua yang telah terjadi
Membuatku mengerti
Hanya mampu mengelus dada
Biarlah ini berakhir dengan seindah-indahnya

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

KEPERGIANMU

Langkah demi langkah
Semua semakin membuatku lelah
Habislah semua waktu
Kini kupunguti detik yang berjatuhan
Kukumpulkan senyummu yang berceceran ditanah
Dengan semua lelah ini
Satu demi satu senyummu kurangkai
Sebelum langkahmu hilang
Dan kepergianmu tak sia-sia

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

Jumat, 09 September 2011

NELANGSA

Hangatmu hilang disisiku
Seolah ku mati rasa akan cintamu yang sungguh hebat
Ku tak menanmpik bahwa hatiku tlah kau curi
Ke alam dosa hebat saat kita bercumbu mesra

Namun kau pergi entah kemana
Jejakmu hilang tertiup sang bayu
Yang kau tinggalkan hanya sisa-sisa puisi yang kau torehkan di rusukku
Yang ku bingkis dengan drah nadiku yang kan kekal menjagamu

Sungguh hebat cinta yang kau beri
Yang ku lihat kini hanya sebongkah  pemakaman cinta kita
Yang tangis slalu kuhidangkan
Membungkam hati yang mulai tak sadar diri bahwa kau telah pergi

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

KITA ADALAH BUNGA

Kita adalah bunga yang kehilangangan warnannya
Kita adalah bunga yang berkurang harumnya
Kita adalah bunga yang kian akan mati
Kita adalah bunga yang tak tejamah indahnya

Namun kita adalah bunga yang tak lekang dimakan zaman
Kita bukan sembarang bunga yang mudah untuk dipetik
Indonesia adalah bunga yang indah
Karna INDONESIA adalah bunga asia yang terindah hingga akhir massa

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

KAU MENANGIS DENGAN AIR MATA YANG MANIS

Bulan yang berkabung malam itu masih menangis
Bukan karena ditinggal mentari
Akan tetapi ada jasad seorang gadis cantik
Yang terbujur kaku bersama kekasihnya
Tragis cintanya
Bersama nyanian gagak hitam malam itu ditengah hujan
Tangisan pecah melanglang buana
Pria yang jatuh hilang akan cintanya ; buta
Sembari menciumi bunga randu alas di sebelah jasad sang wanita
Tercium aroma tanda selamat tinggal
Senyum wanita itu
Cinta wanita itu
Jiwanya hilang tetapi tidak akan cintanya
Sayang kau menangis dengan air mata yang manis

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah

HINGGA AKHIR BATAS

Detik masih tak bergerak
Kian hampa tanpa ada rasa rindu di dada
Tatapan bisu dinding-dinding yang seolah bosan dengan drama ini
Sementara jatidiri yang kusimpan dalam kaleng yang hampa
Mulai mengering dan ingin kau cepat kembali ; sayang

Hingga akhir batas ku menahan rasa rindu yang menghambar
Satu demi satu rindu yang membuih mulai berterbangan kenirwana
Menyusul engkau yang ada di seberang sana
Yang entah sampai ataau tidak angan dan rinduku padamu disana

Sebatang demi sebatang rokok telah habis kuhisap
Sembari menghitrung air mata yang jatuh difotomu
Hingga akhir batas nafas yang ku hembuskan untukmu
Dan kau telah dipinang oleh pria terbaikmu

Oleh : Fahmi Fajar Meidiansyah